Jangan Amputasi Sejarah
ROMADHON.ID, TANJUNG ENIM - Sejarah dan peradaban adalah dua hal yang tak terpisahkan dalam kehidupan kaum muslimin. Dari sejarah lah kaum muslimin dapat mengambil banyak pelajaran dan hikmah. Juga mengambil spirit yang digunakan dalam melakukan perbaikan bagi kehidupan masa kini dan yang akan datang.
Sebaik-baik kisah sejarah adalah kisah-kisah yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’ân dan hadits-hadits yang shahîh dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena kisah-kisah tersebut disamping sudah pasti benar, bersumber dari wahyu Allâh Azza wa Jalla yang maha benar, juga karena kisah-kisah tersebut memang disampaikan oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala untuk menjadi pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka (para Nabi dan umat mereka) itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (sehat). al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. [TQS: Yusuf, 12:111]
Masya allah. Orang yang memiliki akal sehat akan menjadikan kisah-kisah yang terjadi di masa lalu sebagai petunjuk agar tidak mengulang kesalahan dimasa lalu, serta menjadi rahmat pemicu semangat bagi orang-orang yang yakin.
Imam as-Sakhawi rahimahullah menukil keterangan Abu Ishâk Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim ats-Tsa’labi rahimahullah tentang beberapa manfaat dan hikmah dari kisah-kisah dalam al-Qur’an yang Allâh Azza wa Jalla sampaikan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai keadaan para Nabi dan umat-umat yang terdahulu, yaitu:
1. Sebagai argumentasi dan bukti yang menunjukkan kebenaran nubuwwah (kenabian) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan risalah yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa dari Allâh Azza wa Jalla \.
2. Untuk meneladani sifat-sifat mereka yang dipuji oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi sifat-sifat yang dicela-Nya.
3. Untuk meneguhkan jiwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menampakkan kemuliaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umat beliau, karena umat ini dilindungi Allâh Azza wa Jalla dari berbagai ujian yang ditimpakan-Nya kepada umat-umat terdahulu, diberi keringanan dalam beberapa hukum syariat dan diistimewakan dengan berbagai kemuliaan yang tidak diberiakan-Nya kepada umat-umat lain.
4. Sebagai pelajaran dan pendidikan bagi umat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebagaimana yang diisyaratkan dalam beberapa ayat al-Qur’an, di antaranya :
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka (para Nabi dan umat mereka) itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (sehat). [Yûsuf/12:111]
5. Untuk mengabadikan nama baik dan mengenang jejak-jejak terpuji mereka, sebagaimana doa Nabi Ibrahim Alaihissallam dalam al-Qur’ân :
وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ
Dan jadikanlah aku (ya Allâh) buah tutur yang baik bagi orang-orang yang (datang) kemudian. [As-Syu’arâ/26:84]
Sangat aneh, kemudian muncul pernyataan bahwa saat ini kurikulum agama perlu dikaji, terutama mengenai kisah-kisah perang di zaman Rasulullah saw. Seperti perang Badar, Uhud, Khandaq, yang dianggap sebagai penyebab radikalisme.
Pandangan ini perlu dikritisi, karena jika menginginkan kisah perang-perang itu dihilangkan, sama saja dengan menghapus ayat-ayat al-Qur’ân tentang perang.
Tidak layak bagi kita memilah-memilih ayat-ayat atau kisah-kisah berdasarkan hawa nafsu semata. Infiltrasi sekularime dari wacana ini harus diwaspadai, karena bisa merusak pemahaman Islam.
Pandangan ini bisa muncul karena keliru memahami hikmah dari perang yang terjadi. Kisah perang disampaikan untuk menggugah semangat jihad kaum muslimin, bukan untuk menanamkan sifat radikalisme dalam arti negatif.
Bukankah semangat jihad itulah yang diserukan para ulama dalam upaya kemerdekaan Indonesia? Jika kisah-kisah perang tadi dieliminasi atau direintrepretasi apa sebenarnya yang diharapkan?
Apalagi di satu sisi kita dihadapkan pada kondisi generasi muda yang terbius oleh cerita-cerita fiktif, berbau romantisme, hedonisme. Menghasilkan generasi alay, mengejar kebahagiaan dunia dan melupakan tujuan hidupnya.
Bagaimana mungkin kisah-kisah perang, perjuangan jihad Rasulullah saw bersama kaum muslimin dituduh sebagai penyebab radikalisme? Jika radikalisme yang menyebabkan terorisme, apakah Amerika mempelajari hal tersebut? Karena, bukankah Amerika punggawa penyebar terorisme yang sesungguhnya, meluluhlantahkan negeri-negeri kaum muslimin.
Maka, bukan untuk dijauhi atau bahkan dihapuskan. Sejarah-sejarah heroik perjuangan Rasulullah saw dan para sahabat justru harus dihadirkan sebagai modal generasi kaum muslimin menangkal pemahaman yang merusak. Jika ada yang harus dihilangkan, maka nilai-nilai sekular dalam kurikulum agama Islam lebih pantas untuk dihilangkan.
Mari hadirkan kembali sejarah-sejarah yang menggugah. Bangun spirit kisah-kisah dalam Alquran serta spirit Sirah Nabawiyah ketengah-tengah generasi kaum muslimin dengan seutuhnya.
Mari hidupkan kembali rasa bangga dan mencintai sejarah Islam. Dorong agar generasi kaum muslimin mengenal dan meneladani perilaku yang baik dari para nabi dan rasul beserta sahabat dan generasi ulama salafus shalih.
Jadikan generasi kaum muslimin generasi yang kritis dalam mengambil pelajaran dari berbagai keberhasilan dan kegagalan masa lalu. Gugah semangat dan motivasi mereka untuk meningkatkan prestasi yang telah diraih umat terdahulu serta menunaikan janji Allah dan RasulNya yang belum terwujud.
Loading...
0 Response to "Jangan Amputasi Sejarah"
Post a Comment