.

Peran Istri Bagi Perjuangan Dai

ROMADHON.ID, TANJUNG ENIM - DALAM sejarah perjuangan Islam, tak dipungkiri bahwa peran istri terhadap perjuangan dai tidaklah kecil. Keberadaan para istri di balik layar, seringkali memberikan dampak positif bagi dai.

Misalnya Rasulullah, sebagai dai yang mengemban risalah dan nubuwah, beliau ditopang oleh istri-istri yang sangat mendukung dalam dakwah. Sosok seperti Khadijah misalnya, sepanjang hidupnya bersama Nabi dengan semangat luar biasa didedikasikan untuk kepentingan dakwah.
Istri-istri lainnya juga berperan aktif dalam perjuangan dakwah. Semua berperan dengan potensi masing-masing dalam kafilah dakwah. Aisyah misalnya, yang dalam literatur sejarah dikenal sebagai istri yang cerdas dan banyak hafalan hadits, sedikit banyak telah turut serta menyebarkan nilai-nilai Islam yang bisa dirasakan umat hingga saat ini melalu kitab-kitab hadits.
Dari kalangan shahabiyat (sahabat wanita), kita bisa angkat sosok Umi Haram. Nama lengkap beliau adalah Umi Haram binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram. Dalam sirah tercatat bahwa beliau adalah di antara sahabat wanita yang terdahulu dalam memeluk Islam, berbaiat dan berhijrah.
Nabi begitu menghormati beliau. Tak jarang beliau mampir dan berbaring sejenak di rumahnya untuk beristirahat. Dalam catatan ulama hadits, beliau terhitung telah meriwayatkan sebanyak lima hadits. Dari sini terlihat bahwa secara pribadi peran dan perjuangan beliau tak terelakkan.
Lalu bagaimana dukungan dan peran beliau terhadap suaminya? Sebelum menjelaskan itu, kita perlu tahu siapa gerangan suaminya. Nama belahan hatinya adalah Ubadah bin Shamit, yang merupakan sahabat yang juga punya peran besar dalam perjuangan Islam. Suaminya ini sejak masa Utsman bin Affan sudah terbiasa melakukan perjalanan ke luar pulau atau daerahnya.
Pada masa pemerintahan Umayyah, Ubadah ditugaskan ke pulau Cyprus. Pada waktu itu, beliau ikut serta bersama Ubadah bin Shamit. Setibanya di lokasi, beliau dan keluarga ditimpa kecelakaan. Saat itu, Umi Haram diterkam binatang liar yang buas sampai menemui ajalnya. Di Cyprus pula (pada 27 Hijriah) Umi Haram dimakamkan.
Dalam kancah pejuang Muslim di tanah air, keberadaan kaum hawa di belakang istri juga begitu penting. Apa artinya sosok Natsir misalnya tanpa kehadiran Nurnahar di sampingnya yang setia dan sabar dalam menemani beliau dalam berdakwah. Apalah eksistensi Hamka, tanpa hadirnya Sitti Raham yang begitu setia menemani dakwahnya hingga ajal menjemput.
Keberadaan dua istri kedua pahlawan Muslim besar itu mempunyai kontribusi besar dalam perjuangan dakwah suaminya. Bahkan lebih jauh dari itu, keduanya berperan aktif pada pendidikan anak-anaknya.
Nurnahar misalnya, sampai rela menggadaikan gelang emasnya untuk membiayai pembangunan sekolah Islam yang didirikan Natsir di Bandung. Setelah punya uang, baru kemudian gelang itu ditebus. Dirinya sendiri sebelum bersama Natsir adalah aktivis JIB dan guru taman kanak-kanak di Pendis Bandung.
Demikian juga istri Hamka. Suka duka dan perjuangan sudah banyak dilakukannya. Saat Hamka dipenjara oleh rezim Soekarno, untuk menutupi biaya kehidupannya dia sampai menjual perhiasan yang dipunyainya dan masih banyak cerita yang tak kalah mengharukan mengenai perjuangannya sebagai seorang istri.
Suatu ketika –ini diceritakan oleh Irfan Hamka dalam buku Hamka Pribadi dan Martabat—ada kejadian lucu. Pernah Sitti Raham diajak oleh Hamka dalam suatu acara dakwah. Tanpa disangka, sang istri juga diberi kesempatan untuk maju ke podium. Mungkin saja, panitia berhusnudzan jika istri ulama juga juga mengerti dan bisa menyampaikan pidato.
Kita bisa membayangkan bagaimana perasaan sang istri ketika itu? Mungkin deg-degan dan berkecamuk hatinya? Nyatanya, beliau tetap maju dan tidak banyak disampaikan. Intinya bahwa beliau bukanlah penceramah; dirinya hanya tukang masak sang penceramah. Mendengar jawaban itu para hadirin tertawa.
Memang Sitti Raham mungkin tak bisa berceramah laksana Hamka, namun sumbangsih dan perannya dalam dakwah suaminya sangat besar. Pantas saja, ketikah Sitti Raham meninggal, menimbulkan kesedihan yang luar biasa bagi Hamka. Untuk mengurangi kesedihan itu, Hamka memperbanyak baca al-Qur`an.
Natsir juga ketika Istrinya meninggal sedihnya bukan main. Menurut Lies (salah satu putrinya) dia pernah menjumpai Natsir menangis sebanyak dua kali. Pertama, ketika anak lelakinya bernama Hanif meninggal dunia di kolam renang. Kedua, saat wafatnya istri pada tahun 1991.
Kisah-kisah tersebut menunjukkan bahwa betapa pentingnya istri dalam perjuangan dakwah. Bagi yang sudah punya suami, para istri bisa mengambil keteladanan dari mereka. Sedangkan yang belum, pantaskan diri untuk menjadi istri pejuang dakwah, mudah-mudahan Allah memberi karunia istri sekaliber –misalnya kalau seperti Rasulullah dianggap jauh—Hamka dan Natsir. Allahumma Aamiin.-
Loading...

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Peran Istri Bagi Perjuangan Dai"

Post a Comment