.

Syarh Tsalatsatul Ushul (2) : Sifat Kasih Sayang, Perhiasan Orang Beriman

 ROMADHON.ID, TANJUNG ENIM - Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata:

اِعْلَمْ -رَحِمَكَ اللهُ- أَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْنَا تَعَلُّمُ أَرْبَعِ مَسَائِلَ

Artinya, “Ketahuilah—semoga Allah merahmatimu—bahwasanya wajib bagi kita untuk mempelajari empat hal,”

Ini merupakan bentuk ungkapan kasih sayang dan kelembutan beliau terhadap para penuntut ilmu. Beliau mendoakan bagi orang yang menimba ilmu agar senantiasa dilimpahkan rahmat. “Semoga Allah merahmatimu” maknanya, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu sehingga kamu berhasil meraih cita-citamu dan selamat dari apa yang kamu khawatirkan.

Ungkapan ini juga bermakna semoga Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan memberikan taufik kepadamu serta menjagamu dari dosa-dosa yang akan datang. Ini apabila doa rahmat disebutkan secara sendirian. Adapun apabila doa ini disertakan bersama doa ampunan maka doa ampunan ditujukan bagi dosa-dosa yang telah lalu, sedangkan rahmat dan taufik untuk mendapatkan kebaikan serta keselamatan di masa depan.

Apa yang dilakukan oleh penulis rahimahullahu ta’ala menunjukkan perhatian beliau dan kasih sayangnya kepada orang yang diajak bicara serta menunjukkan bahwa beliau menginginkan kebaikan untuknya.” (Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 19)

Syaikh Shalih bin Abdul Aziz menjelaskan, “Para ulama menyebutkan alasannya karena ilmu ini dibangun di atas landasan rahmat (kasih sayang). Buahnya adalah rahmat di dunia dan tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan rahmat di akherat. Oleh sebab itu, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab memberikan perhatian dengan cara yang halus dan lembut, di mana beliau berkata, ‘Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu’. Ini merupakan doa agar orang yang menimba ilmu memperoleh curahan rahmat. Hal itu dikarenakan proses belajar-mengajar antara pengajar dengan pelajar dibangun di atas landasan sikap saling menyayangi,” (Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 5)

Syaikh Khalid bin Abdullah Al-Muslih menerangkan, “Ini merupakan metode yang sangat penting perlu diperhatikan oleh para pendidik.  Seorang pendidik atau da’i yang menyeru kepada agama Allah Ta’ala menjadi seorang yang lembut dan penyayang. Demikian sebaliknya, pelajar juga harus menyadari bahwa pendidik tersebut menginginkan kebaikan dan hidayah baginya, ingin dia keluar dari kegelapan menuju cahaya. Sesungguhnya metode semacam ini merupakan salah satu penyebab diterimanya dakwah dan diterimanya ilmu yang disampaikan. Oleh sebab itulah Allah jalla wa ‘ala berfirman mengenai rasul-Nya (yang artinya), ‘Seandainya kamu adalah orang yang berhati kasar niscaya mereka akan lari dari sisimu.’ (Qs. Ali Imran: 159). (Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 4)

Sayangilah maka Engkau akan Disayang

Dalam keterangannya, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz juga menyebutkan salah satu tradisi para ulama hadis, bila ada perawi yang ingin mendapatkan ijazah, hadis pertama kali yang disampaikan adalah tentang anjuran berkasih sayang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ

“Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Allah).” (HR. At-Tirmidzi)

Hadist tersebut dikenal dalam kalangan ahli hadis dengan istilah hadis musalsal bil awwaliyah, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh para pewari dengan kondisi yang sama, mulai dari Nabi Saw sampai perawi terakhir dan selalu dibacakan sebelum memulai penyampaian hadis yang lain. Sehingga kita bisa mendapati bahwa setiap syaikh berkata, “Saya meriwayatkan hadis dari fulan dan hadis tersebut adalah hadis pertama yang saya dengar darinya,” begitu seterusnya hingga sampai kepada Nabi SAW:

الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا مَنْ فِى الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاء

“Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Allah). Maka sayangilah yang di atas muka bumi niscaya Yang di atas langit pun akan menyayangi kalian.” (HR. Tirmidzi, dinyatakan hasan sahih oleh Tirmidzi dan disahihkan al-Albani)

Para ulama menjelaskan alasannya bahwa pondasi Ilmu dibangun di atas kasih sayang, buahnya di dunia berwujud kasih sayang serta tujuan akhirnya juga memeroleh kasih sayang di akhirat. (Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 5)

Para ulama mendefinsikan rahmah dengan kehalusan, kelembutan hati, belas kasih yang mendorong seseorang untuk berbuat baik terhadap makhluk yang ada di sekitarnya. Sejatinya, sifat rahmah itu berasal dari Allah Yang Maha Pengasih. Lalu sebagian kecil diturunkan kepada makhluknya. Dengan sifat tersebut mereka memiliki sikap yang baik terhadap sesama. Dalam sebuah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah menciptakan kasih sayang sebanyak seratus bagian. Sembilan puluh sembilan ditahan di sisi-Nya dan satu bagian diturunkan ke muka bumi kemudian dibagi kepada seluruh umat manusia dan alam semesta. Karena kasih sayang tersebut seekor kuda mengangkat kakinya karena takut anaknya akan terinjak olehnya.” (HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyampaikan:

إن لله مائة رحمة أنزل منها رحمة واحدة بين الجن والإنس والبهائم والهوام، فيها يتعاطفون، وبها يتراحمون، وبها تعطف الوحش على ولدها، وأخر الله تسعا وتسعين رحمة يرحم بها عباده يوم القيامة

“Sesungguhnya Allah memiliki seratus rahmat. Salah satu di antaranya diturunkannya kepada kaum jin, manusia, hewan, dan tetumbuhan. Dengan rahmat itulah mereka saling berbelas kasih dan menyayangi. Dengannya pula binatang liar mengasihi anaknya. Dan Allah mengakhirkan Sembilan puluh sembilan rahmat untuk Dia curahkan kepada hamba-hamba-Nya pada hari kiamat.” (Muttafaq ‘alaih)

Maka salah satu puncak ibadah seorang hamba adalah diturunkannya rahmah (kasih sayang) Allah terhadap dirinya. Banyak sekali ayat yang menyebutkan tentang hal itu, salah satunya adalah:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (Q.s. An-Nur: 56)

Berkasih Sayang Adalah Ciri Khas Orang Beriman

Sebuah riwayat dari Abu Hurairah r.a menyebutkan bahwa Al-Aqra’ bin Habis suatu ketika melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mencium al-Hasan—cucu beliau—maka dia berkata, “Saya memiliki sepuluh orang anak namun saya belum pernah melakukan hal ini kepada seorang pun di antara mereka.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Sesungguhnya barang siapa yang tidak menyayangi maka dia tidak akan disayangi,” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Nabi saw berkata kepada seorang Arab badui yang kaku dan tidak mengasihi anak-anaknya, “Apakah aku bisa mencegah darimu jika Allah telah mencabut kasih sayang dari hatimu,” (HR. Bukhari)

Disebutkan pula bahwa suatu ketika diangkatlah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang anak kecil dalam kondisi menggeliat merintih kesakitan, maka kedua mata beliaupun mengalirkan air mata. Maka Sa’ad berkata, “Ya Rasulullah, apakah tangisan ini?”, maka Nabi berkata, “Ini adalah rahmat yang Allah jadikan pada hati hamba-hambaNya,” (HR Bukhari dan Muslim)

Bahkan terhadap hewan sekalipun, Allah Ta’ala perintahkan untuk disikapi dengan kasih sayang dan kasih sayang Allah akan turun terhadap mereka yang mengasihinya. Rasulullah bersabda:

وَالشَّاةُ إِنْ رَحِمْتَهَا رَحِمَكَ اللهُ

“Dan kambing jika engkau mengasihinya maka Allah akan mengasihimu,” (HR Ahmad)

Karena itu, sebagai bentuk motivasi untuk terus bersikap kasih sayang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tegaskan dalam sabdanya:

إنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءَ

“Sesungguhnya Allah hanya akan menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang.” (HR. Bukhari)

Ibnu Batthal rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadits-hadits ini terkandung dorongan untuk bersikap kasih sayang kepada segenap makhluk, yang kafir maupun yang beriman  dan juga kepada segenap hewan piaraan dan bersikap lembut kepadanya. Dan sesungguhnya hal itu merupakan salah satu penyebab Allah akan mengampuni dosa dan menutupi kesalahan-kesalahan. (Syarh Shahih al-Bukhari li Ibni Batthal, 9/219-220)

Maka sudah sepantasnya bagi siapa pun yang mengharap rahmat Allah ia juga harus berkasih sayang terhadap sesama. Tidak hanya terhadap manusia, kepada makhluk lain seperti binatang dan pepohonan juga harus disikapi dengan lembut. Bahkan di saat menyembelih sekalipun, kita dianjurkan untuk bersikap lembut dan tidak memperlakukannya dengan kasar. Karena demikianlah sifat orang mukmin, dia senantiasa bersikap kasih terhadap siapapun. Wallahu a’alam bis shawab!

Sumber Berita Ini Dari https://www.kiblat.net/2020/03/04/syarh-tsalatsatul-ushul-2-sifat-kasih-sayang-perhiasan-orang-beriman/

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Syarh Tsalatsatul Ushul (2) : Sifat Kasih Sayang, Perhiasan Orang Beriman"

Post a Comment