Kain Kafan Dan Seorang Paman Yang Pindah Agama Kristen
ROMADHON.ID, TANJUNG ENIM - “Harga kain kafan ternyata nggak jauh beda dengan harga jas untuk orang Kristen yang meninggal ya,” kata seorang teman dalam perjalanan naik motor. Saya dan teman tersebut, sebut saja Ahmad, baru pulang dari pasar Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kami sedang tanya-tanya alias wawancara ke penjual kain kafan.
“Bukannya lebih murah kain kafan?” tanya saya penasaran dengan kalimatnya.
Harga kain kafan yang saya tanyakan ke Pak Arbai, penjual kain kafan dan aneka item pemakaman, tidak lebih dari Rp 450.000. Akan tetapi kalau paket lengkap lebih kurang Rp 600.000. Itu di Jakarta, entah di daerah lain. Mungkin berbeda atau bisa jadi lebih murah.
“Iya, waktu paman saya di kampung halaman meninggal, saya kan ikut mengurus soal (jas) itu,” kata Ahmad.
Ada penasaran yang menelusup ke benak saya, “Paman Ahmad adalah seorang kristiani? Bukankah dia berasal dari keluarga muslim?”
“Tapi tergantung dari level ekonomi atau derajat sosial di masyarakat kali ya. Mungkin kalau orang biasa kayak paman saya itu, jaket dan busananya sekitar harga kain kafan,” kata Ahmad.
Saya pun kepo dan menanyakan ke Ahmad mengapa pamannya beragama Nasrani, “Dia Kristen sejak lahir?”
“Nggak,” kata dia.
Ahmad pun mulai bercerita bahwa adik bungsu ibunya itu adalah Islam sejak lahir. Bapak ibu pamannya, alias kakek nenek Ahmad adalah pemeluk agama Islam. “Paman pernah mondok (pesantren) waktu muda,” ungkapnya.
Pernah menempuh pendidikan pesantren? Lalu memilih murtad?
Ahmad tidak cerita secara detail mengapa pamannya berubah menjadi seorang Nasrani. Pamannya menjadi pemeluk Kristen sejak merantau ke Jakarta dari kampung halamannya di Jawa Tengah. “Kira-kira sudah 10 tahun menjadi orang Kristen,” kata dia. Selama di Jakarta, pamannya menjadi ketua chapter pengurus gereja.
Waktu meninggal, yang mengurus jenazahnya adalah saudara-saudaranya yang beragama Islam. Jelang-jelang kematiannya, saudara-saudaranya berusaha untuk menuntunnya agar bersyahadat, kembali ke agama yang haq. “Namun dia keukeuh untuk pada agama. Tak mau pindah,” kata dia. “Ya sudah, lakum dinnukum waliyadin,” Ahmad menambahkan.
Untungnya, kata Ahmad, paman belum melepaskan masa lajangnya. “Kalau menikah, dia punya anak, artinya nanti ada keturunan keluarga kami yang Kristen lagi,” kata Ahmad.
Dalam hati saya berpikir bahwa Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya menjelang datangnya hari Kiamat akan muncul banyak fitnah besar bagaikan malam yang gelap gulita, pada pagi hari seseorang dalam keadaan beriman, dan menjadi kafir di sore hari, di sore hari seseorang dalam keadaan beriman, dan menjadi kafir pada pagi hari. Orang yang duduk saat itu lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri saat itu lebih baik daripada orang yang berjalan dan orang yang berjalan saat itu lebih baik daripada orang yang berlari. Maka patahkanlah busur-busur kalian, putuskanlah tali-tali busur kalian dan pukulkanlah pedang-pedang kalian ke batu. Jika salah seorang dari kalian dimasukinya (fitnah), maka jadilah seperti salah seorang anak Adam yang paling baik (Habil).’” [HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim dalam al-Mustadrak]
Rasulullah SAW menggambarkan fitnah yang besar itu. Perpindahan agama dari Islam ke Kristen adalah juga peristiwa yang tak main-main. Hingga fitnah itu dapat membuat seseorang yang sore harinya masih beriman, namun keesokan harinya berubah menjadi kafir.
Detik kemudian muncul pertanyaan di benak, “Apakah akhir hayat kita nanti mengenakan kain kafan atau jas?” Kita memohon kepada Allah dari segala bisikan setan yang menghanyutkan kita di akhir-akhir hayat.
Sumber Berita Ini Dari https://bersamadakwah.net/kain-kafan-dan-seorang-paman-yang-pindah-agama-kristen/
“Bukannya lebih murah kain kafan?” tanya saya penasaran dengan kalimatnya.
Harga kain kafan yang saya tanyakan ke Pak Arbai, penjual kain kafan dan aneka item pemakaman, tidak lebih dari Rp 450.000. Akan tetapi kalau paket lengkap lebih kurang Rp 600.000. Itu di Jakarta, entah di daerah lain. Mungkin berbeda atau bisa jadi lebih murah.
“Iya, waktu paman saya di kampung halaman meninggal, saya kan ikut mengurus soal (jas) itu,” kata Ahmad.
Ada penasaran yang menelusup ke benak saya, “Paman Ahmad adalah seorang kristiani? Bukankah dia berasal dari keluarga muslim?”
“Tapi tergantung dari level ekonomi atau derajat sosial di masyarakat kali ya. Mungkin kalau orang biasa kayak paman saya itu, jaket dan busananya sekitar harga kain kafan,” kata Ahmad.
Saya pun kepo dan menanyakan ke Ahmad mengapa pamannya beragama Nasrani, “Dia Kristen sejak lahir?”
“Nggak,” kata dia.
Ahmad pun mulai bercerita bahwa adik bungsu ibunya itu adalah Islam sejak lahir. Bapak ibu pamannya, alias kakek nenek Ahmad adalah pemeluk agama Islam. “Paman pernah mondok (pesantren) waktu muda,” ungkapnya.
Pernah menempuh pendidikan pesantren? Lalu memilih murtad?
Ahmad tidak cerita secara detail mengapa pamannya berubah menjadi seorang Nasrani. Pamannya menjadi pemeluk Kristen sejak merantau ke Jakarta dari kampung halamannya di Jawa Tengah. “Kira-kira sudah 10 tahun menjadi orang Kristen,” kata dia. Selama di Jakarta, pamannya menjadi ketua chapter pengurus gereja.
Waktu meninggal, yang mengurus jenazahnya adalah saudara-saudaranya yang beragama Islam. Jelang-jelang kematiannya, saudara-saudaranya berusaha untuk menuntunnya agar bersyahadat, kembali ke agama yang haq. “Namun dia keukeuh untuk pada agama. Tak mau pindah,” kata dia. “Ya sudah, lakum dinnukum waliyadin,” Ahmad menambahkan.
Untungnya, kata Ahmad, paman belum melepaskan masa lajangnya. “Kalau menikah, dia punya anak, artinya nanti ada keturunan keluarga kami yang Kristen lagi,” kata Ahmad.
Dalam hati saya berpikir bahwa Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya menjelang datangnya hari Kiamat akan muncul banyak fitnah besar bagaikan malam yang gelap gulita, pada pagi hari seseorang dalam keadaan beriman, dan menjadi kafir di sore hari, di sore hari seseorang dalam keadaan beriman, dan menjadi kafir pada pagi hari. Orang yang duduk saat itu lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri saat itu lebih baik daripada orang yang berjalan dan orang yang berjalan saat itu lebih baik daripada orang yang berlari. Maka patahkanlah busur-busur kalian, putuskanlah tali-tali busur kalian dan pukulkanlah pedang-pedang kalian ke batu. Jika salah seorang dari kalian dimasukinya (fitnah), maka jadilah seperti salah seorang anak Adam yang paling baik (Habil).’” [HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim dalam al-Mustadrak]
Rasulullah SAW menggambarkan fitnah yang besar itu. Perpindahan agama dari Islam ke Kristen adalah juga peristiwa yang tak main-main. Hingga fitnah itu dapat membuat seseorang yang sore harinya masih beriman, namun keesokan harinya berubah menjadi kafir.
Detik kemudian muncul pertanyaan di benak, “Apakah akhir hayat kita nanti mengenakan kain kafan atau jas?” Kita memohon kepada Allah dari segala bisikan setan yang menghanyutkan kita di akhir-akhir hayat.
Sumber Berita Ini Dari https://bersamadakwah.net/kain-kafan-dan-seorang-paman-yang-pindah-agama-kristen/
Loading...
0 Response to "Kain Kafan Dan Seorang Paman Yang Pindah Agama Kristen"
Post a Comment